Friday, September 30, 2011

GANTI KULIT PADA ULAR (ECDYSIS)


      Kulit reptile sperti kulit hewan vertebrata lainnya, terdiri dari 2 lapisan utama, yaitu epidermis dan  dermis. Epidermis mengandung keratin yang tipis di area tertentu dan tebal di area lain dan membentuk sisik.
      Proses ganti kulit (Ecdysis) terapat beberapa macam pada reptil. Buaya dan jenis kura-kura ganti kulit dalam bentuk lembaran-lembaran kecil secara berkelanjutan, squmata (ular dan kadal) ganti kulit secara periodic dan sekaligus banyak faktor yang mempengaruhi frekuensi ganti kulit antara lain jenis suatu spesies ular, umur, tingkat nutrisi, status reproduksi, parasit, keseimbangan hormonal, infeksi yang disebabkan oleh bakteri, dan penyakit lainnya,ambient temperatur, dan kelembaban.
      Pada saat ular akan ganti kulit, biasanya ditandai dengan perubahan warna mata yang menjadi buram atau tampak putih keabu-abuan. Pada saat proses ganti kulit berlangsung, cairan tubuh ular akan berkurang bersamaan dengan lepasnya kulit. Oleh karena itu, ular akan berendam di air untuk membasahi tubuhnya. Tingkah laku ular akan menjadi lebih agresif dan nafsu makan menurun. Ular akan menggosokkan badannya pada permukaan yang kasar (batu atau kayu)untuk membantu melepaskan kulit. Kulit yang lama disekitar bibir terkelupas hingga bagian kepala, selanjutnya ke seluruh bagian kepala, selanjutnya ke seluruh bagian tubuh. Setelah proses Ecdysis selesai, kulit ular yang baru akan terlihat mengkilat.

Wednesday, September 28, 2011

SATWA LAUT SEBAGAI RESEPTOR TERCEPAT MENDETEKSI TSUNAMI



          Terkadang ikan dan satwa laut lainnya hanya bermanfaat dalam hal ketersediaan pangan. Padahal peranan itu mereka lebih dari sekedar itu. Kalli ini kita akan memandang mereka dari perspektif yang lain.
Satwa laut mempunyai Sensory stimulus yang paling baik dibandingkan dengan manusia. Manusia bisa saja mendeteksi alat infrasound dengan alat, tetapi di ala mini begitu banyak infrasound sehingga kita manusia tidak bisa menargetkan suara itu mengacu pada apa. Untuk satwa laut, mereka bisa tahu jika mendengar suatu infrasound tertentu, mereka tahu suara itu berasal dari lubuk palung  dalam di laut yang menimbulkan getaran pada ombak. Mereke bisa mendengar dan mengerti apa yang didengarnya.
Hal tersebut terjadi karena adanya terjadi karena adanya tremor (vibrasi/getaran) sebelum terjadianya discharging. Jadi sebelum terjadi gempa, ada tremor kecil atau getaran yang bisa terdengar atau dirasakan oleh satwa-satwa tersebut. Kira-kira satu sampai dua hari sebelum gempa. Mereka bisa mendeteksi tremor 1-2 hertz. Kesulitannya adalah mengetahui apakah tremor itu menunjukkan gempa atau tidak. Hal itulah yang masih diragukan oleh para ilmuwan barat.
Pada waktu terjadi tsunami di Aceh, dilakukan penelusuran sepanjang pantai barat Aceh selama dua minggu oleh Bapak Jatna Supriatna, Ph.D. Beliau mempunyai latarbelakang di bidang konservasi sumberdaya alam mencoba meniliti apakah benar tidak banyak satwa yang mati di situ. Beliau melihat memang ada beberapa satwa yang mati, seperti penyu banyak yang terdampar, tapi tidak demikian halnya dengan satwa laut lainnya. Ikan, misalnya ikan hiu mestinya banyak yang mati tapi ternyata sebelumnya mereka masuk ke bawah laut sehingga tidak banyak yang mati. Banyak hasil penelitian menyatakan bahwa pada waktu aka nada tsunami, banyak sekali satwa yang masuk ke bawah kedalaman laut karena memang tsunami tidak terjadi di bawah permukaan tapi beberapa meter di bawah permukaan. Jadi kalau kita di perahu, juga tidak akan merasakannya.
Kemampuan mendeteksi bencana tersebut bukan hanya folklore (cerita rakyat) belaka. Ternyata memang ada ilmu yang disebut psikobiologis. Ilmu ini juga banyak meneliti sensory dari berbagai satwa. Ternyata banyak ikan yang sangat peka dan mempunyai kemampuan untuk mendeteksi sehingga keanehan perilaku mereka dapat dijadikan peringatan dini sebagai langkah ntuk berusaha menghindari bencan tersebut sebelum terjadi.
Masih banyak peranan satwa laut untuk kehidupan manusia. Filosofi “keberadaan mereka untuk kita dan kita untuk mereka” perlu ditanamkan sehingga tidak  muncul perusak-perusak lautan yang hanya memikirkan keuntungan pribadi.

Tuesday, September 27, 2011

KARNIVORA BERKANTUNG DI PAPUA


          Khazanah binatang berkantung di Indonesia kini bertambah lagi dengan ditemukannya seekor marsupial yang tergolong karnivora di kawasan Yongsu Dosoyo. Do bagian utara pegunungan Cyclops, Papua. Temuan ini merupakan hasil ekspedisi para ahli biologi dari Conservation international (CI) Indonesia ke Papua tahun 2001 lalu.
          Satwa liar yang banyak dijumpai di kawasan terrestrial Australia dan Papua Nugini itu dikenal dengan nama dosyurus albopunctatus. Satwa yang tergolong dasyuridae ini berukuran kecil, hanya sebesar tikus. Namun, seperti yang disebutkan dalam Grzimeks Encyclopedia Mamals vol II, spesies-spesies dasyuridae amat banyak dan bervariasi ukuran dan beratnya.
Menurut The Encyclopedia of Mamals, yang terkecil adalah Pilbara ningaui yang beratnya hanya 2-9,4 gram, panjang kepala sampai badan 4,6-5,7 cm, dan panjang ekor 5,9-7,9 cm. Sedang yang terbesar adalah Sacophilus harrisii, yang lebih sering disebut sebagai Tasmanian devil. Ukuran panjang kepala sampai badan 57-65 cm. Panjang ekor 24,5-26 cm, dan berat 6-8 kilogram. Namun, lebih dari separuh anggota keluarga Dasyuridae berukuran kecil dan penampilannya lebih mirip tikus. Sayangnya foto yang diperoleh hanyalah moncong dan gigi-giginya yang runcing, serta jari-jari kaki yang juga berkuku tajam.
Meski penampilannya seperti marsupial lainnya yang lucu dan imut-imut, dalam soal makan ia bersifat seperti harimau. Tak heran bla peduduk Papua membenci marsupial karnivora, sekaligus juga takut padanya karena ia tidak hanya suka memangsa serangga, reptile, dan walabi kecil, tetapi juga ayam penduduk.
Dasyurus albopunctatus hidup di semak-semak dengan pohon kecil. Ia termasuk spesies marsupial karnivora yang masih tersisa di Papua. Sedang spesies lainnya, seperti Tasmanian devil, diduga telah punah sekitar 100 tahun lau, meski nmasih ada penduduk yang mengaku pernah melihatnya.



Friday, September 23, 2011

PERILAKU BUDAYA ORANG UTAN YANG UNIK


       Ternyata tidak hanya manusia yang mempunyai budaya. Orang utan (Pongo pygmaeus wurmbii) pun demikian. Tapi budaya ang dimaksud tentu saja tidak secanggih dan teratur seperti halny manusia. Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai penelitian, perilaku budaya orangutan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu yang menyangkut kebutuhan hidup/mencari makan, kenyamanan hidup, dan sarana komunikasi.
Dalam hal kebutuhan hidup, orang utan telah mengenal alat untuk mengambil sesuatu dari lubang pohon dan mengambil biji dari buahnya. Selain penggunaan alat-alat tersebut, orangutan juga  menggunakan daun untuk berbagai keperluan, misalnya untuk mengambil air dari lubang pohon, untuk melindungi diri dari buah atau pohon yang berduri, dan juga menjadikannya bahan makanan dengan menarik daun dari ranting dengan cepat menggunakan tangan.
Untuk memenuhi kenyamanan hidupnya, orangutan kadang membuat sarang ganda/kedua di atas sarang yang dipakai beristirahat di saat hujan. Saat hujan, orangutan memegang rangting berdaun untuk melindungi dirinya dan juga memakai ranting untuk menggaruk/mengutul dirinya. Dalam beberapa sarang juga ditemukan bantal dari ranting-ranting dengan ukuran sama dan berkaitan dengan jari-jari lingkaran di garis sarang.
Dalam hal berkomunikasi, orangutan mempunyai caranya sendiri seperti menarik dahan pohon yang patah saat berjalan di atas tanah saat sedang marah. Hal lain yang menarik adalah Kiss-squeak with leavers dan Kiss-squeak with hands. Suara cium itu sendiri mempunyai makna yang berbeda, suara cium yng pertama dilakukan saat sedang marah dan menggunakan daun di depan mulut agar lebih keras.
Ada banyak lagi budaya orangutan yang menarik dan patut untuk diteliti. Namun, karena penelitian tentang budaya orangutan membutuhkan waktu yang cukup lama maka kelestarian populasinya haruslah terjaga dengan baik.
Tatkala bencana global pada kebakaran hutan tahun 1997/1998 melanda hutan rimba Kalimantan dan Sumatera, kurang lebih sepertiga dari jumlah orangutan liar mati terpanggang. Kini menurut data yang dikeluarkan International Workshop on Population Habitat Analysis (PHVA) tahun 2004, populasi orangutan di Kalimantan ada 57.797. Sementara populasi orangutan di Sumatera ada 7.502

Monday, September 19, 2011

KASUARI BURUNG PALING BERBAHAYA DI DUNIA


          Kasuari memiliki nama latin Casuarius Sp. Kasuari di mancanegara dikenal dengan naman serupa Casuaria. Burung ini dapat dijumpai di habitat aslinya, yaitu Irian (Papua dan New Guinea), Queensland Utara (Australia), dan Kepulaua Aru (Maluku). Burung kasuari termasuk dalam keluarga atau ordo Struthioniformis, Famili Casuarilidae dab genus Casuarius dengan tiga spesies, Casurius unappen (kasuari gelamir tunggal), Casuarius  casuarius (kasuari), dan Casuarius benneti (kasuari kerdil).
Cirr-ciri umum burung dari famili Casuarilidae, yaitu memiiki tubuh besar yang berbentuk pasak dengna tinggi umumnya mencapai 150 cm. burung kasuari tidak dapat terbang karena sayap degenerasi dengan bulu yang tidak sempurna dan terlepas. Burung ini memiliki kaki yang kokoh untuk berjalan dan berlari. Jari kakinya 3 buah menghadap ke depan dengna kuku tajam. Kasuari memiliki tanduk di atas kepalanya yang dapt membantunya sewaktu berjalan di habitat hutan yang lebat.
Kasuari dapat hidup di hutan dataran rendah dan pegunungan hingga ketinggian 3000 m. kasuari tergolong hewan yang  melakukan aktivitasnya di siang hari dan lebih senang berada di alam bebas dengan menjelajah hutan atau secara soliter, bersama anaknya atau berpasangan pada musim kawin. Pada saat musim kawin inilah, sifat gugupnya terlihat baik betiana maupun jantan, bahkan siap menyerang siapa saja yang  berada di sekitarnya. Kasurari juga mempunyai tingkah laku yang aneh, yaitu suka sekali memasukan kepalanya ke dalam lubang dengan tujuan mengistirahatkan lehernya yang panjang.
Kakinya yang kokoh dengan kukunya yang tajam pada ketiga jarinya yang mengahadap ke muka serta paruhnya benar-benar sangat membahayakan apabila kasuari melawan dan  menyerang musuhnya. Burung tersebut akan lari melingkar membentuk busur sejauh 20-30 m, bolak-balik sangat cepat. Tindakan itu merupakan gerakan persiapan menyerang bila diganggu. Kasuari yang takut akan segera lari dan menyelinap sejak awal bertemu. Karena tingkah lakunya yang tidak bisa ditebak tersebut, maka penduduk yang berburu kasuari sendirian sangat waspada dan segera menyerang burung tersebut dengan panah atau tombak.
Guinnes Book of Records bahkan memasukan kasuari dalam catatan rekornya sebagai burung paling berbahaya di dunia. Ketika berhadapan dengannya, burung ini akakn melompat ke udara dan menendang musuhnya menggunakan cakar yang mampu menyebabkan cedera serius hingga mematikan. Tendangan ini cukup kuat untuk memecahkan organ internal anda dan menyebabkan pendarahan besar-besaran dan berujung kematian. Kasuari yang telah lama dipelihara oleh manusia punya tingkah laku mirip anjing. Burung ini dapat dilepaskan dari kandang dan akan kembali pulang. Walaupun demikian, tingkah laku burung ini masih sulit diduga. Salah satu kasus yang pernah terjadi, yaitu kasuari yang telah dipelihara tiba-tiba menyerang anak pemelihara yang biasa bermain dengannya. Akibat yang ditimbulkan sangat fatal, perut anak tersebut robek diterjang kaki dan kukunya tajam hingga meninggal.